Biodata Buku:
Judul
: Don't Die, My Love
Pengarang
: Lurlene McDaniel
Penerbit
: Laluna and Friends
Terbit
: Juni 2013
ISBN
- 13 : 978-602-97197-3-4
Jumlah
halaman : 300 halaman
Sinopsis Buku :
Julie
dan Luke sudah berpacaran sejak duduk di kelas 8 dan telah berjanji akan
menikah bila dewasa nanti. Mereka merasa ditakdirkan untuk bersatu dan akan
selalu bersama selamanya.
Saat
posisinya sebagai pemain football berbakat sedang melambung dan mendapat
tawaran beasiswa dari berbagai universitas, Luke divonis terkena kanker. Julie
sama sekali tidak mau membayangkan hidup tanpa Luke. Julie berkeyakinan bahwa
Luke pasti akan sembuh.
Namun
bagaimana bila cinta diuji? Dapatkah cinta bertahan, sekarang dan selamanya?
***
Sebuah
kisah cinta dan segalanya tentang cinta dan pengorbanan. Romantisme remaja yang
indah sekaligus mengharu biru.
***
“.... Kesetiaan Julie sama Luke
bisa jadi pelajaran berharga. A truly love lesson worth to read indeed.”
—
Majalah Gogirl!
“Kisah cinta yang manis.... Membaca
buku ini jadi banyak belajar tentang cinta sejati dan pengorbanan.”
—
Asri Mirza (Redaktur Senior GADIS)
“Novel ini menunjukkan bahwa remaja
pun perlu menghadapi kenyataan hidup yang kerap pedih, agar menjadi lebih
dewasa....”
—
Rini Nurul Badriah
“Ceritanya bagus banget sist.
membaca cerita cinta tentang Luke dan Julie bikin aku terharu dan nangis....
Membuatku makin menghargai apa yang aku punya dalam hidupku.”
—
Lisa Elita
Resensi Buku :
Apa genre novel favoritmu? Mengapa?
Pertanyaan itulah yang pada akhirnya mengantarkan sebuah novel keren ke
kediaman saya. Don’t Die, My Love
karya Lurlene McDaniel. Saya masih
ingat jelas, waktu itu saya menjawab tanpa ragu bahwa genre novel yang paling
membuat saya tergila-gila adalah genre romantis. Alasannya sederhana, saya
percaya setiap manusia memiliki kisah cinta dalam versi berbeda. Dan menikmati
kisah-kisah cinta yang bertaburan di muka bumi yang seakan tiada pernah ada
habisnya, merupakan kesenangan tersendiri bagi saya. Romantisme cinta
menyuguhkan banyak hal, bisa membuat pembaca belajar dari pengalaman para
pecinta atau hanya sekedar mencari seteguk hiburan dalam selaksa cinta yang
mereka hadirkan. Lalu kali ini, apa yang saya temukan dalam sebuah novel berlabel
romantis, Don’t Die my Love?
Benar-benar romantis dan mengharu birukah? Saya mencoba mencari tahu dengan
mulai menyibak satu per satu halamannya.
“Suatu hari nanti aku akan
menyelimutimu dengan bunga, Julie-girl. Dan kau tak kan mampu menolak apa pun
permintaanku.” –Luke
Don’t Die, My Love
bercerita tentang perjalanan cinta 2 remaja yang masih amat belia, Luke dan
Julie. Mereka berpacaran sedari usia masih empat belasan tahun, hubungan mereka
lalu berjalan hingga 3 tahun lamanya. Menjalani hari-hari yang luar biasa manis,
saling berbagi perhatian dan melengkapi satu sama lain. Di lembaran awal, saya
cukup terkaget-kaget dan merasa bahwa kisah cinta mereka agak berlebihan,
mereka berdua seakan tumbuh dewasa lebih cepat dari waktu seharusnya. *lah saya yang udah 20 tahunan aja nggak pernah
ngerasain cinta berlebihan seperti itu :p Hei, tapi kan ini novel
terjemahan, jadi wajar saja rasanya jika versi cinta ala mereka berbeda cukup
jauh dengan konsep cinta yang selama ini saya pikirkan.
Kisah
cinta Luke dan Julie dideskripsikan dengan sangat manis oleh penulis di awal
cerita. Ah, bolehlah saya bilang kalau cinta mereka nyaris sempurna. Luke dan
Julie saling mencintai, saling merasa cocok satu sama lain dan mereka sudah
sangat “dekat”. Prestasi Luke di
dunia football pun sedang melambung gemilang, di sisi lain, kekasihnya, Julie,
adalah gadis yang pintar secara akademik. Mereka seolah sudah bisa menebak
kehidupan masa depan, akan kuliah di tempat yang sama, lalu menikah. Sementara
itu, dari faktor luar, keadaan juga mendukung. Ayah Julie begitu menyayangi
Luke, bahkan lebih seperti menyayangi anaknya sendiri. Hanya ibu Julie yang
sedikit memberikan “tameng” agar
Julie bisa menahan kobaran cintanya yang menggebu. Namun saya rasa, batasan yang
ibu Julie ciptakan, tak cukup mempan untuk mengatasi “kebandelan” Julie yang kadang begitu memuja Luke.
Dilema
pun hadir ketika Luke menderita sakit. Saya gregetan setengah mati pada bagian
ini. “Hei Luke, sakit itu harus diobati.
Bukan malah membiarkannya semakin menjadi-jadi.” Sayang, Luke tak mau
mendengar nasehat baik saya. Hingga rasa sakitnya semakin parah, dia masih
kucing-kucingan dalam berobat. Argh, cowok ini nggak mau sembuh apa ya? *gregetan sendiri -__- Namun ternyata
pada bagian ini pula lah, saya akhirnya menitikkan airmata melihat ketulusan
Julie menemani masa-masa sulit Luke. Saya belajar tentang kesetiaan dari sosok remaja
keras kepala, Julie. Ya, begitulah memang yang seharusnya terjadi pada dua
orang yang mengaku saling mencinta. Apapun yang terjadi pada pasangan, tak
seharusnya membuat saling meninggalkan, justru harusnya saling menguatkan.
Julie berperan sebagai pencinta sejati dengan sangat apik pada bagian ini. Diam-diam,
saya pun jatuh kagum, sekaligus terharu.
Lalu,
pada bagian mekarnya bunga-bunga tulip yang ditanam Luke, kembali membuat saya
menangis. *cengeng bener sih Intan :p
Tapi ah, sungguh bagian ini amat romantis. Saya membayangkan sosok Luke yang
tengah sakit parah, menggigil di dinginnya malam sambil menanan umbi tulip
untuk Julie, gadisnya yang begitu menyukai bunga. Aduhai, ternyata Luke
benar-benar memenuhi janjinya untuk menyelimuti Julie dengan bunga.
Namun
seiring bergulirnya detik-detik waktu yang membuat penyakit Luke semakin
mengganas, akankah cinta tetap bertahan pada posisi awalnya? Akankah Luke mampu
mengenyahkan rasa sakit demi melihat binar kebahagiaan di wajah Julie? Atau
memang cinta tak mesti melulu bicara tentang kebersamaan? Temukan jawabannya
pada Don’t Die, My Love, novel romantis
yang amat manis *jangan lupa siapkan tisu
yaa :)
buku yang ini sweet banget. tapi budaya sana memang beda ya sama yg di sini, itu mempengaruhi proses jatuh cintanya juga. aku suka karakter ibu Julie, tan
BalasHapus