Blurb :
Janji adalah
hutang, dan hutang harus dibayar. Lalu bagaimana kalau bertahun-tahun kita
melupakan sebuah janji yang harusnya dilakukan? Bisakah janji yang tak
terpenuhi mengubah total kehidupan seseorang?
Mia
Aminatiara, cewek lajang di usia akhir dua puluhan, pemegang rekor kesialan tak
terpecahkan. Sembilan kali diputusin cowok, dan sembilan kali dipecat dari
pekerjaannya. Ketika dia mulai merasa ada yang salah dalam hidupnya, seorang
sahabat lama mengingatkannya akan sebuah nazar yang belum ditepati di masa SMA
dulu. Menurut Dudi, sahabatnya, nazar yang tak pernah ditepati itulah penyebab
kesialannya. Mia tergerak untuk menepatinya sesegera mungkin.
Masalahnya,
untuk memenuhi nazar tersebut, Mia harus mencari seorang teman lama bernama
Karin. Gadis kaya yang sombong dan pengatur. Bersama Dudi, dia mencoba mencari
jejak Karin, yang tanpa diduga justru membawanya pada sebuah petualangan
rahasia cinta dengan seorang pria penuh pesona, Vladimir Gardiansyah. Namun
sialnya, Gardi adalah tunangan Karin. Bagaimana akhir petualangan Mia? Apakah
dia bisa membuang semua kesialannya? Dan, bagaimana pula akhir dari kisah cinta
segitiga antara Mia, Karin dan Gardi?
Ada apa dengan angka sembilan? Aku
sial di titik sembilan. Dua hari yang lalu, aku diputusin Rheno, pacarku yang
kesembilan. Aku telah sembilan kali menghilangkan dokumen penting di biro
Domar. Sekarang aku dipecat, juga kesembilan kalinya. (Mia. hlm 12)
Mia
Aminatiara. Panggil saja Mia, digambarkan sebagai gadis absurd. Pikirannya suka
aneh-aneh. Mengembara dari peristiwa G30S/PKI hingga mantra sectumsempra, mantra terlarang yang
pernah dipraktikkan Harry untuk melawan Malfoy. Hobinya juga terbilang aneh. Suka
nebeng kendaraan asing sembarangan. Alasan doi, dengan menumpang mobil orang
lain, bakal ngasih dia pengalaman baru.
Sejak kecil,
Mia sudah sering merasakan tersisih. Bak pisang goreng dingin yang disandingkan
dengan pizza lezat. Nia, kakaknya, seolah merebut semua keberuntungannya. Cantik, disayang semua orang, punya pekerjaan
bagus, suami kaya, dua anak lelaki yang lucu .. dan ah! Sedangkan dia selalu
sial. Bahkan sembilan kali pacaran, sembilan kali pula ia diputuskan. Plus,
sembilan kali bekerja, sembilan kali pula ia dipecat. *pukpuk Mia*
Hingga,
seorang sahabat lama, Dudi, mengingatkannya akan nazar lama yang belum ia
penuhi. Nazar yang menanti untuk ditepati jika Mia menginginkan kutukan
kesialannya berakhir.
“Lo pernah berjanji, sama gue dan
sama Karin, bahwa lo akan mentraktir kita masing-masing semangkuk es krim
Cinderella’s Shoes, kalo lo lulus masuk perguruan tinggi negeri! Dan akhirnya
lo diterima di UI, tapi sampai lo lulus, janji itu gak pernah lo realisasi
sampai sekarang. Ingat?!” (Dudi. Hlm 61)
Bahkan,
seorang peramal yang mengisi booth bazar di sebuah mall turut menyatakan hal
serupa.
Ada janji yang belum sempat dia
lunasi. Dia harus memenuhi janjinya. Auranya sungguh buruk. Jika tidak segera
memenuhi janji itu, hidupnya akan selamanya kacau. (Madame Vera. hlm 53)
Demi
kehidupan yang lebih baik, Mia ditemani Dudi mengajar Karina Pujawati hingga ke
Bandung. Berharap Karin mau diseret ke kedai Es Krim Yoyo, ditraktir Cinderella’s
Shoes. Es krim paling mahal di kedai tersebut, yang menyajikan paduan vanila
cokelat bertabur kacang mete dan saus blueberry kental dengan stroberi segar di
puncak es krim. Hmm.. slruupp!
Ternyata,
menemui niat mulia untuk membayar nazar harus dibayar mahal. Karin memintanya,
juga Dudi untuk membantu persiapan pernikahannya yang akan berlangsung seminggu
lagi dengan Viadimir Gardiansyah. Gardi.
Karin tak
punya cukup waktu, tepatnya tak mau menyediakan waktu untuk mengurus pernikahan
sakral tersebut. Bahkan dengan frekuensi kesibukan keluarga besar Karin sangat
tinggi, mereka semua seolah sepakat bahwa pernikahan bukanlah sesuatu yang
lebih penting daripada transaksi bisnis.
Ndilalaaa..
jadilah Mia yang bertugas untuk berurusan dengan WO. Fitting gaun pengantin,
memilih bunga, melihat contoh dekorasi gedung dan latihan jalan di karpet merah
menuju pelaminan.
Sedangkan Dudi
kebagian tugas mengurus wedding cake, berkoordinasi dengan WO dan mengurus
katering untuk jenis hidangan apa yang akan dihidangkan saat pesta pernikahan
berlangsung. Saat Mia dan Dudi bersibuk-sibuk ria, Karin terbang dengan pesawat
pribadinya menuju negeri Brunei Darussalam. Urusan bisnis katanya, ehemm..
sekalian bertemu (atau ditemui) si bule tampan, Bryan.
Semua makin
serba rumit saat Mia perlahan mulai menyukai Gardi dan sebaliknya, Mia adalah
wanita pertama yang Gardi ceritakan pada anggota keluarganya. Terlebih selepas
Mia memberi ide seru saat merayakan ulang tahun nenek, berlanjut ke ulang tahun
keponakan Gardi, dan ulang tahun si lelaki mempesona itu sendiri. Mia menyadari
satu hal, saat bersama Gardi ia justru menemukan sisi-sisi terbaik dalam
dirinya.
Lantas, saat
Karin menyaksikan pengkhianatan Gardi
dan Mia, akankah perkawinan yang berlandaskan transaksi bisnis dan idealisme
itu dilanjutkan?
Mana yang
akan dipilih, realita atau cinta?
Kudu baca Chicklit manis ini hingga tuntas deh. Jangan heran kalo bakal sering senyum-senyum
sendiri sepanjang menyibak halaman demi halamannya.
Pesan moral :
1. Dampak
akibat keseringan berkhayal dan melakukan pembelaan diri, tak seorang pun lagi
mempercayai apa yang diucapkan.
2. Tak ada kehidupan
seorang pun yang sempurna. Karena pada hakikatnya, hidup itu adalah wujud ketidaksempurnaan!
3. Kesialan
itu tidak ada. Hanyalah buah dari kecerobohan dan sikap negatif.
Kalimat-kalimat
favorit :
1. Dan jangan
berputar-putar pada kesalahan orang lain. Yang harus kamu jelaskan adalah apa
yang kamu lakukan. (Ibu. hlm 35)
2. Seorang
laki-laki jarang bisa survive jika ditinggal istrinya. Laki-laki tidak
semandiri perempuan. Jika perempuan bisa melakukan segala hal sendirian, bahkan
pekerjaan lelaki, tidak demikian halnya dengan sebagian besar laki-laki. (Bapak.
hlm 57)
3. Apapun
alasannya, kejahatan tidak bisa ditoleransi. (Gardi. Hlm 118)
4. Itulah
sebabnya diperlukan pasangan. Untuk saling melengkapi ketidaksempurnaan,
menjadi sebuah kesempurnaan. (Gardi. Hlm 127)
5. Jika kita
terbiasa hidup dengan dipenuhi rasa iri atas ketidakberuntungan yang kita
miliki, terutama karena di sebelah kita adalah seseorang yang sangat sempurna
menyedot semua perhatian di sekitar kita dan menjadikan kita tak lebih dari
bayang-bayang gak penting, pasti bisa memiliki empati yang sama seperti yang
aku miliki sekarang. (Mia. hlm 168)
6. Jaga
tanggung jawabmu. Pekerjaan apapun, seremeh apapun, kamu memegang peranan yang
cukup penting bagi perusahaan. (Bapak. hlm 234)
7. Semua ada
jalannya, Mia, namanya takdir. (Karin. Hlm 252)
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapusWiiiih temanya unik banget! Ternyata, ice cream yang manis dan super duper wenak juga bisa mendatangkan kepahitan dan setumpuk kesialan. Dibalik judulnya yang bikin penasaran, tersimpan banyak sekali pesan moral dan hikmah yang luar biasa. Gara-gara baca reviewnya, jadi seperti mendapat tamparan keras yang menyadarkan betapa pentingnya menepati sebuah janji. Meski janji tersebut terkesan sepeleh, -nraktir ice cream-. Tapi dampaknya, ampun dah!
BalasHapusCeritanya juga membawa kita menuju persimpangan yang menimbulkan dilema tingkat tinggi. Antara teman, dan orang yang kita cintai. Mana yang harus dipilih? Kudu mikir sekeras-kerasnya untuk bisa nemuin jawabannya.
Dahsyat! Imajinasi sang penulis memang patut diacungi ribuan jempol.
Terima kasih kak, atas reviewnya :) Makin sukses dan makin rajin ya ngereviewnya. Biar makin banyak juga info dan inspirasi yang ditebar :)