… bahwa
hidup kita berubah setiap detik berdasarkan keputusan yang kita ambil saat ini.
– hlm 14
Aku sepakat bahwa tak ada tempat yang paling
nyaman selain rumah, kamar tepatnya. Bisa ‘melepas topeng’, menikmati lembar
demi lembar novel kesayangan, ditemani sayup-sayup playlist mp3,beuuh, rasanya surga.
Kenapa harus repot-repot keluar rumah saat
bisa memeluk bahagia di kamar sendiri?
Tapi ternyata kamar tak melulu indah, bahagia
juga tak mampu dikecap lewat hal-hal sederhana. Beberapa tahun lalu, aku sempat
patah hati karena dikhianati. Pedihnya merusak selera baca, menghempas
nikmatnya mendengarkan playlist mp3 yang selalu diupdate beberapa minggu
sekali.
“Ntan,
minggu depan UKM kita ngadain kegiatan sosial ke daerah Tanjung X. Rencananya 3
hari, 2 malam. Nanti kita bakal mengajar baca, tulis, hitung ke anak-anak di
sana, sekaligus nganter langsung sumbangan berupa buku-buku dan peralatan
sekolah lainnya. Kamu ikut kan?”
Aku nyaris saja spontan menggeleng. Ke daerah
pedalaman, menginap entah di mana, mengajar baca, tulis, hitung ? Hah, aku
nggak punya jiwa sosial setinggi itu. Mending nitip sumbangan aja ya kan?
Tapi sejurus kemudian aku ingat hari-hari
muram yang aku lalui akibat patah hati sialan itu.
Ikut nggak?
Kalo ikut, ribet ih.
Kalo nggak, sedih doang dong di kamar. Huhu..
Akhirnya setelah menimbang cukup lama, aku
menuruti kata hati untuk pergi.
Bukankah dalam beberapa kondisi yang
melibatkan kegamangan hati, kita harus belajar untuk mendengar bisikan paling
halus yang tak lain tak bukan berasal dari hati yang paling dalam?
Ternyata perjalanan singkat ini sama sekali
tak mengecewakan. Malah memberi banyak kesan mendalam.
Aku memang tidur bernaungkan tenda,
beralaskan tikar, makan kering tempe sebagai lauk, beberapa kali berkesempatan
emas mengunyah telur dadar yang entah kenapa rasanya begitu nikmat, tapi aku
membawa pulang perasaan riang yang meletup-letup halus. Langkah kakiku terasa
ringan. Pedih di hati sepertinya sudah berlari.
Apa pasal?
Adakah yang lebih indah dibanding bisa
menjadi kran secuil ilmu yang ternyata disambut dengan begitu antusias?
Adakah yang lebih menyenangkan selain melihat
senyum-senyum lebar, binar-binar mata yang penuh harapan, serta semangat melonjak-lonjak
yang dibawa anak-anak kecil di hadapan kami saat menerima bungkusan berisi
buku, pensil, penghapus yang ala kadarnya?
Bahagia yang lebih dari bahagia ternyata
hadir kala kita mampu menjadi sumber kebahagiaan orang lain. Rasa bahagia yang
menjalar sampai ke dasar hati.
Menjadi
bahagia itu pilihan. Dan hanya kita yang bisa mengambil pilihan ini, dengan
segala konsekuensinya. Pertanyaannya, apakah kita sudah siap untuk menjadi
bahagia?
–hlm 128
---
Beberapa orang sepertinya menjadikan
travelling sebagai obat patah hati paling mujarab. Selain secuil kisah
perjalanan menyenangkan versiku di atas, kak Ollie, penulis Passport to
Happiness (11 Kota 11 Cerita Mencari Cinta) juga berbagi banyak cerita seru
mengenai ‘perjalanan untuk menjemput kebahagiaan’.
Total ada 11 cerita yang sukses membuatku
ingin melangkahkan kaki lebih jauh dari rumah. Betapa keindahan 11 kota yang
digambarkan kak Ollie seakan memanggilku untuk secepatnya menikmati sunset di
Jimbaran, lantas menikmati bebek Bengil di Ubud (Crossroads in Ubud – hlm 2).
Di Ubud, kak Ollie juga menyempatkan
berkunjung ke museum Antonio Blanco. Museum yang dibangun Antonio Blanco,
pelukis genius yang jatuh cinta kepada seorang wanita Bali sehingga memutuskan
untuk tinggal di Ubud (hlm 10).
Tak hanya itu, kak Ollie juga bertemu Ketut
Liyer, tokoh Medicine Man yang ditulis Elizabeth Gilbert dalam Eat, Pray, Love.
Wah!
Lantas, apa yang kak Ollie dapatkan dari
perjalanannya ke Ubud?
Ubud bisa
memberimu jawaban. Apa pun pertanyaannya…, bagaimanapun bentuk jawabannya. – hlm 13
Well, barangkali di suatu hari kita
kebingungan membuat keputusan. Antara tetap tinggal atau beranjak pergi. Antara
tetap memelihara cinta, atau belajar melepaskan lantas mengeja ikhlas. Antara ..
ah, bukankah di setiap hela nafas yang kita punya, senantiasa ada pilihan demi
pilihan yang menyertai?
Barangkali kita bisa mendaratkan langkah kaki
di Ubud, seperti yang kak Ollie lakukan.
---
Kak Ollie juga pernah menjejakkan kaki di Irlandia,
tepatnya di kota Dublin. Salah satu tempat spesial yang kak Ollie kunjungi di
sana adalah toko buku, bernama Books Upstairs. Deskripsi Books Upstairs yang
kak Ollie hadirkan benar-benar membuatku menahan iri. Gilaa, apa rasanya bisa
berada di toko buku sekeren itu?
Jendela
etalase besarnya memperlihatkan buku-buku yang disusun rapi dengan suasana di
dalam yang terlihat begitu hangat. – hlm 19
Hmm, tepatnya di seluruh kota yang ia
datangi, kak Ollie menyempatkan mencari tempat cantik yang nyaman buat
menikmati buku, toko buku dan perpustakaan. Aku sepertinya merasakan iri yang
melonjak, merasakan ‘ingin’ yang lebih dari sekedar ‘ingin’.
---
Perjalanan kak Ollie di Moskow juga nggak
kalah seru. ‘I’ve learned there are many
ways to expressed love’, begitu katanya. Siapa sangka, dibalik semua
bayangan menyeramkan tentang Rusia yang tertanam di otak bertahun-tahun,
ternyata banyak hal-hal menarik yang bisa dijumpai di sana.
Hei, siapa sangka bahwa cowok Rusia adalah
cowok paling romantis di dunia? Padahal mereka terkenal irit senyum loh? Hihii
Siapa menyangka, di sana lebih banyak jumlah
toko bunga dibanding minimarket? Karena laki-laki di sana seakan berlomba untuk
menyenangkan gadisnya.
Sekarang aku
mengerti cinta versi kota Moskow : kebaikan dan kasih sayang yang diekspresikan
dengan jelas, lugas, tanpa ragu. – hlm 42
Masih banyak lagi cerita yang kak Ollie hadirkan
lewat Passport to happiness. Mengunjungi Buckingham Palace, belajar mencintai
diri sendiri di Seoul, menikmati indahnya Paris, mencicipi segarnya secangkir teh
di Marrakech, dan lainnya.
Di buku kak Ollie ini, aku jatuh cinta dengan
banyak quote indah, seperti ..
…. bahwa
kami sudah menjadi orang-orang paling beruntung di dunia karena saling
mencinta, meskipun hanya sebentar saja. –hlm 65
Confidence
is power. Dan menjadi cantik adalah salah satu jalan ke sana. Namun, at the end
of the day, kenyamanan dan kebahagiaan ada pada saat kita bisa menjadi diri
sendiri.
– hlm 76
When you see
your soulmate, you just knew. And when you knew, you don’t waste your time. – hlm 85
Hidup memang
tidak bisa ditebak dan bukan untuk ditebak, tetapi untuk dialami dan dijalani. – hlm 94
Your partner
is a reflection of you. Your strength, your insecurity, your sadness, your
hope, all aummarized in those people you meet. – hlm 97
When I live
my life to the fullest, I believe, I will effortlessly fulfill my purpose in
life – hlm 140
We can’t
judge nor pity other people just because we sin differently. – hlm 143
Pada satu
titik, harta tidak akan ada artinya lagi. Yang dikenang adalah cerita dan hasil
karya yang sudah kita tinggalkan di bumi. – hlm 146
Then it’s
very human to think of other people’s opinion but not to be stuck by it. We
should keep creating and keep shining. – hlm147
There’s no
regret, no right or wrong. Nobody is forced to go or stay. We always have a
choice to control our live. – hlm 150
Jadi, apakah kamu masih takut melangkahkan
kaki dari rumah setelah membaca ceritaku dan mengintip kisah inspiratif kak
Ollie?
Keluar rumah aja sih gpp. Ke luar kotanya itu yang susah, apalagi ada balitanya. :D
BalasHapusmau kemana intaaan...titi dijee hihihi...pengen banget bisa melanglang buana kayak ollie moga ada rejekinya aamiin, semoga menang yaaa intan
BalasHapus