Blurb :
“Gadis itu
benar, Bos! Isinya cuma buku!”
“Karung yang
ini juga cuma buku!”
Pria utama kecewa dengan kata-kata anak buahnya.
Dia berharap lebih dari karung-karung tersebut. Sudah beberapa hari ini dia
tidak mendapat mangsa empuk untuk menyambung hidupnya. Apakah ini saatnya dia
berganti profesi?
“Ya, sudah.
Tak apa. Kita jual buku-buku itu!”
“Buku ini
tidak dijual!” teriak Kingkin.
Tepat saat Kingkin meneriakkan kata-kata itu,
sebuah cahaya muncul dari arah belakangnya. Pandangan mereka semua jadi silau.
Lima karung buku itu menjadi buruan
melelahkan bagi Kingkin dan Gading. Buku-buku yang sejatinya bukan milik mereka
berdua, tapi kenapa mereka mau mati-matian mengejarnya? Ya, mati-matian. Karena
demi lima karung buku itu, mereka nyaris mati! Ada apa sesungguhnya pada
buku-buku itu sampai Padi – ayah Gading – berkeras hati tak mau kehilangan?
Sekilas
tentang Buku Ini Tidak Dijual
Tidak pernah
ada buku yang menjadi bekas. Dia akan selamanya menjadi buku yang dapat dibaca
oleh siapa pun. – hlm 21
Gading merasa bertanggungjawab untuk
mengobati kesedihan ayahnya, Padi, karena ia ikut memuluskan niat Mbah Kung untuk
menjual 5 karung buku milik ayahnya. Menurut Mbah Kung, buku-buku yang
dikoleksi Padi sejak SD itu lebih baik dijual. Toh tak akan pernah dibaca lagi,
sudah menjadi usang. Tak lebih dari sekedar barang bekas.
Sebenarnya Gading sependapat dengan Mbah
Kung, tapi demi melihat ayahnya menangis, Gading jadi tak tega. Ayahnya tak
mudah menangis. Seumur hidupnya ia hanya 2 kali melihat ayahnya menangis.
Pertama, saat ibunya meninggal. Dan kedua yaa saat mengetahui bahwa buku-buku
koleksinya dijual Mbah Kung ini.
Berdua dengan sepupunya, Kingkin, Gading
berusaha mengambil kembali buku-buku ayahnya. Sayang, mengambil kembali apa
yang telah dilepas tak pernah mudah. Mereka menyambangi rumah pak Mersudi, pengusaha
barang bekas yang membeli buku-buku ayah Gading. Nyatanya, ke-5 karung buku itu
sudah dibawa ke sekolah yang membutuhkan
koleksi perpustakaan.
Namun Gading dan Kingkin tak ingin lekas
menyerah, mereka mengejar keberadaan buku-buku itu dengan gigih. Hingga ke kota
kabupaten, bahkan hingga menantang maut.
Sebenarnya apa yang tersimpan di buku-buku
itu?
Mengapa ayah Gading bersikeras mengatakan
bahwa buku-buku itu tidak dijual?
--
Buku Ini
Tidak Dijual ..
Berdebat itu
memalingkan kalian dari masalah pokok, membuat emosi para pelakunya, dan kalian
akan saling membenci. – hlm 41
Menurutku, ide cerita buku ini luar biasa
unik. Bagaimana ‘hanya sekedar’ berawal dari 5 karung buku bekas, ternyata bisa
memberikan pelajaran hidup yang luar biasa banyak. Dan yang pasti begitu
persuasif agar semakin banyak orang yang mencintai buku serta meningkatkan
aktivitas baca.
Pendidikan
tanpa membaca ibarat ruh tanpa raga. – hlm. 73
Buku memang
benda mati. Tetapi, dia dapat menghidupkan jiwa yang kering. – hlm 149
Sepanjang membaca, aku dibuat penasaran,
sebenarnya apa coba isi buku-buku milik ayah Gading ini. Sampai sebegitu ngotot
dan begitu sedih saat karung-karung bukunya dijual. Bikin gemes. Eh tapi sikap
Mbah Kung juga bikin gemes deng, ya masa mau jual-jual ga pake izin terlebih
dulu ya. Apalagi itu koleksi kesayangan anaknya.
Tokoh favoritku?
Hmm tentu saja Gading dan Kingkin. Kegigihan
mereka berdua patut diacungi jempol. Perubahan karakter yang semakin membaik
seiring cerita pun begitu terasa. Meski memang dalam beberapa bagian cerita,
kedodolan mereka berdua masih terlihat. Tapi malah itu yang membuat cerita
semakin segar.
Buku Ini Tidak Dijual mengambil sebagian
besar setting cerita di daerah pelosok Jawa Timur. Meski diawal cerita dibuka
dengan hiruk pikuk suasana Jakarta. Suasana Jawanya kental sekali. Baik itu
dari segi panggilan, suasana lingkungan dan penduduknya, juga selipan percakapan
maupun istilah dalam bahasa Jawa. Tenaaang, ada catatan kakinya kok. Ndak bakal roaming :p
Nasihat-nasihat baik bertebaran, lewat
penggalan-penggalan cerita yang sederhana. Seperti keharusan untuk diam saat
azan, menyegerakan waktu sholat, ketidakbolehan menghakimi orang lain hanya
dari penampilan luarnya, peringatan untuk tidak menggunjing dan masih banyak
lagi.
Perasaanku?
Tertohok sih iya, tapi merasa digurui sama
sekali tidak. Nyatanya memang kita sering abai dengan hal-hal yang ‘seolah’
kecil, tapi dampaknya besar. Dan yang pasti cara penulis meracik
nasihat-nasihat di buku ini begitu rapi, terselip samar tapi begitu mengena di
hati.
Kekuatan itu
bekerja ketika dia berusaha sekuat tenaga. Berkali-kali dia hampir kehilangan
jejak, tetapi karena dia tidak berhenti berusaha dan mengerahkan seluruh
tenaganya untuk itu maka pintu-pintu kemudahan terbuka untuknya. – hlm 136
4 dari 5 bintang untuk pencarian yang
menghidupkan jiwa :)
Saya pernah ke perpustakaan di kota saya, banyak buku yang bagus tapi sayang kalau minjem dibatas tidak boleh lebih dari 3 padahal kalau perpustakaan bawaannya pengen baca mulu.
BalasHapusBaguskah, intan? jadi mupeng :D
BalasHapusAhh sayang sekali bukunya tidak di jual :D :D
BalasHapus